Transisi Energi Perempuan NTT lewat Briket

Sita Mellia Penulis

18 Mei 2025

total-read

20

5 Menit membaca

Perempuan Komunitas Wolosina Watoboki sedang menunjukkan briket berbasis tempurung kelapa yang telah siap pakai, setelah dijemur selama lima hari di Rumah Energi Matahari. (Dokumentasi: Regina Azi)

Regina Azi (48), perempuan asal Flores Timur, berhasil menghemat minyak tanah 80% sejak beralih ke bahan bakar briket. 

 

“Kami lebih memilih memakai briket karena rasanya lebih hemat. Sebelumnya, dalam seminggu kita memakai minyak tanah sampai 5 liter. Sekarang, semenjak ada briket, kami hanya menggunakan 1 liter minyak tanah dalam seminggu. Kami rasa itu lebih memudahkan kami, apa lagi minyak tanah sekarang sudah semakin langka,” ujar wanita asal Larantuka, Flores Timur itu dalam acara ‘Memotret Keadilan Transisi Energi di Indonesia’ yang digelar sekelompok masyarakat sipil di Mataram, NTB (29/4/2025).

 

Perempuan Komunitas Wolosina Watoboki sedang menunjukkan briket berbasis tempurung kelapa yang telah siap pakai, setelah dijemur selama lima hari di Rumah Energi Matahari. Dokumentasi: Regina Azi

 

Tidak sekadar menjadi solusi di tengah keterbatasan minyak tanah, briket juga telah meringankan beban perempuan rumah tangga. Ketika minyak tanah habis, perempuan harus berjalan jauh untuk mencari minyak tanah. 

 

International Energy Agency (IEA) sendiri mendefinisikan briket sebagai bahan bakar yang dibuat dengan cara dipadatkan dan berbentuk balok, yang berbahan dari biomassa padat. Briket ini digunakan untuk menghasilkan energi panas sehingga dapat digunakan untuk memasak.

Berdaya lewat limbah kelapa

Kabupaten Flores Timur merupakan daerah penghasil kelapa terbesar di Nusa Tenggara Timur, dengan produksi per 2023 sekitar 10,6 ribu ton kelapa. Namun, Staf YPPS Simon Petrus Pati Hokor menjelaskan, selama ini kelapa di Flores Timur belum dimanfaatkan secara utuh, hanya digunakan warga sebagai minyak goreng dan kopra.

 

Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS) menyadari potensi ini, kemudian memulai inisiatif transisi energi di enam desa di Flores Timur sejak 2023, salah satunya Desa Bantala. YPPS menghimpun para petani kelapa, termasuk Regina dan komunitasnya, hingga kini bisa memimpin transisi energi dengan memanfaatkan limbah kelapa yang melimpah. 

 

Selain menjadi bahan bakar alternatif, Regina bercerita, briket telah berkontribusi pada peningkatan perekonomian warga. Desa Bantala sudah menjual kurang lebih 250 kilogram (kg) briket sejak 2023. Briket pun dijual dengan harga yang beragam, Rp10 ribu per kg untuk pembeli dari dalam desa dan Rp15 ribu per kg untuk pembeli di luar desa.

 

Briket yang telah siap pakai. Dokumentasi: Regina Azi

 

Di Desa Bantala, hasil penjualan briket kemudian dikelola oleh koperasi Komunitas Wolosina Watoboki. Warga menyepakati ada dua jenis dana yang dikelola koperasi, yakni dana sosial dan dana simpan pinjam. Dana simpan pinjam bisa dimanfaatkan warga untuk meminjam uang, sementara dana sosial digunakan ketika ada warga sakit.

 

Satu setengah tahun belakangan, Regina bersama kawan-kawannya di Komunitas Sekolah Kelapa Wolosina Watoboki yang beranggotakan lima belas orang, aktif membagikan pengetahuan kepada warga desa sekitar tentang bagaimana cara membuat briket. Kini, mereka telah menggerakkan empat desa lainnya. Tidak hanya itu, anak muda, penyandang disabilitas, dan lansia turut bergerak dalam komunitas ini.

 

Seberapa efektif memasak dengan briket?

 

Dibandingkan menggunakan kompor minyak tanah, Regina mengungkapkan memasak lebih cepat ketika menggunakan bahan bakar briket. Ketika memasak 2 liter air, kompor minyak tanah memakan waktu 15 menit, sementara ketika menggunakan briket hanya memakan waktu 10 menit—33% lebih efisien.

 

Ternyata, efektivitas pembakaran dari briket tak terlepas dari cara pembuatan briket ala perempuan Wolosina Watoboki. Selama ini, perempuan di komunitas memilih tepung kanji atau tepung tapioka sebagai bahan perekat dalam briket. 

 

Studi Yirojor et al. (2024) mendapati kandungan cassava starch (kanji singkong) memberikan nilai kalor lebih tinggi dibanding bahan lain ketika digunakan sebagai bahan perekat briket. Kalori yang tinggi ini artinya briket membakar lebih panas, sehingga proses memasak lebih cepat dan penggunaan minyak tanah menjadi lebih sedikit.

 

Perempuan Wolosina Watoboki memiliki komposisi tersendiri. Untuk memproduksi 5 kg briket, mereka menggunakan 5 kg tepung arang dan 400 gram tepung kanji.

 

Urutan umum membuat briket dari tempurung kelapa. Sumber: Yirojor et al (2024).

 

Umumnya, proses pembuatan briket dimulai dengan menyiapkan bahan utama berupa arang biomassa—seperti arang tempurung kelapa atau limbah pertanian—yang kemudian dihaluskan. Setelah halus, bahan dicampur dengan perekat alami, salah satunya tepung kanji atau pati singkong (cassava starch), yang telah dilarutkan dalam air panas untuk membentuk larutan kental. Campuran arang dan perekat ini (tepung kanji) diaduk hingga bersifat homogen, lalu dimasukkan ke dalam cetakan briket.

 

Setelah dicetak, briket dikeringkan—baik dengan cara dijemur di bawah sinar matahari maupun menggunakan oven—hingga kadar airnya turun dan briket menjadi keras serta siap digunakan.

Apakah briket ramah lingkungan?

Meski ada praktik baik transisi energi berkeadilan dan melibatkan kelompok rentan yang perlu ditiru, pemerintah dan masyarakat perlu berhati-hati dalam mempertimbangkan aspek keberlanjutannya.

 

Misalnya, proses pembakaran tempurung kelapa yang memakan waktu 10 jam menimbulkan asap yang banyak. Warga akhirnya harus memasak di area terbuka atau halaman yang jauh dari permukiman.

 

Selain itu, apabila pembakaran dilakukan dalam skala besar, akan ada risiko meningkatnya emisi gas rumah kaca. Penggunaan biomassa dalam jumlah yang sangat banyak juga bisa mengakibatkan aktivitas eksploitasi berlebihan dan rawan menimbulkan konflik lahan dengan warga desa maupun kelompok adat.

 

IEA mengungkapkan, praktik baik dari penggunaan briket hanya ditemukan pada skala yang lebih kecil. Misalnya untuk menyuplai kegiatan memasak rumah tangga—seperti halnya yang terjadi di Desa Bantala. 

Populer

Terbaru