#TanyaAhlinya: Mengapa Indonesia Tak Perlu Ragu Beralih ke Energi Terbarukan?

Sita Mellia Penulis

22 Maret 2025

total-read

5

4 Menit membaca

#TanyaAhlinya: Mengapa Indonesia Tak Perlu Ragu Beralih ke Energi Terbarukan?

Peralihan penggunaan energi fosil ke energi terbarukan seharusnya menjadi langkah yang diambil pemerintah di tengah meningkatnya bencana akibat krisis iklim. Sebab, sektor energi merupakan sektor yang paling banyak menyumbang gas rumah kaca.

Artikel kedua edisi #TanyaAhlinya kali ini kembali memuat perbincangan kami bersama Mahawira Dillon, salah satu Panel Ahli Bidang Kebijakan Energi dan Iklim di Transisienergiberkeadilan.id. Menurut dia, pemerintah sudah bisa melakukan implementasi energi terbarukan mulai dari sekarang. Bahkan sebenarnya energi terbarukan lebih cocok diterapkan di Indonesia dibanding energi fosil. Selain itu, penggunaan energi terbarukan secara masif akan menciptakan banyak keuntungan bagi Indonesia.

1.  Apa saja manfaatnya kalau Indonesia memakai energi terbarukan?

Pertama, energi terbarukan akan mengurangi beban keuangan negara. Saat ini, fiskal negara sudah terbebani banyak oleh konsumsi energi fosil. Padahal, fiskal negara akan menjadi lebih ringan ketika negara lebih banyak menggunakan energi terbarukan – karena biaya energi terbarukan sudah lebih murah dan akan terus menjadi lebih murah. 

Kedua, energi terbarukan akan membantu PLN  karena tidak harus membangun jaringan listrik ke seluruh penjuru negeri, terutama daerah-daerah terluar. Indonesia, sebagai negara kepulauan, lebih mudah dilistriki dengan energi terbarukan yang cocok untuk jaringan listrik skala kecil. Saat ini, karena kebanyakan sumber listriknya masih bertenaga fosil dan terpusat, PLN terpaksa  membangun jaringan-jaringan listrik dengan biaya yang besar.  

Ketiga, energi terbarukan akan menciptakan jauh lebih banyak lapangan pekerjaan, seperti teknisi pemasangan panel surya dan pekerja turbin angin. Jenis pekerjaannya juga relatif lebih mudah diakses oleh masyarakat, utamanya lulusan SMA ataupun di bawahnya, dibandingkan pekerjaan-pekerjaan di sektor energi fosil seperti batu bara. Meskipun pekerjaan-pekerjaan ini akan tetap membutuhkan sedikit training

Keempat, energi terbarukan telah terbukti memiliki berbagai dampak positif dari segi ekonomi. Untuk setiap  Rp 1.000 yang diinvestasikan, energi terbarukan akan menghasilkan value sebesar Rp1.100-1.150. Sementara sektor fosil hanya menghasilkan Rp500-600. Nilai yang lebih tinggi berasal dari efek berganda karena bertambahnya lapangan kerja, industri lokal, infrastruktur, dan inovasi teknologi dari investasi energi terbarukan.

Kelima, sistem energi terbarukan yang lebih modular (lebih mudah  dirakit dan ekonomis dalam skala kecil) berpotensi membantu meningkatkan perekonomian masyarakat adat dan daerah 3T. Investasi awalnya tidak harus mahal, tapi mungkin memang perlu kerjasama dalam bentuk koperasi untuk agregasi modal dan mendorong transparansi manajemen bersama. Sementara itu,di Sumba instalasi biogas skala rumah tangga bisa dibangun dengan biaya hanya Rp 10 juta.. Banyak nelayan yang juga sudah menggunakan mesin pendingin berbasis energi surya, sehingga ikan yang mereka tangkap bisa ditaruh di mesin pendingin agar tetap awet sebelum dijual.  

Pemanfaatan energi terbarukan yang disertai dengan baterai juga meningkatkan waktu belajar anak-anak karena mereka tetap mendapat penerangan saat malam hari. Akses informasi dari televisi dan radio pastinya juga meningkat.

3. Apakah memakai energi terbarukan bisa membuat sering mati listrik?

Ini hanya sekadar masalah teknis yang bisa diatasi, bukan masalah dinamis. Pada umumnya, daerah rawan (byar-pet) bisa dikelola dengan pemanfaatan sistem baterai untuk menjaga pasokan listrik energi terbarukan tetap stabil. Sejak 2020, panel surya dengan baterai sudah lebih murah dibandingkan dengan batu bara. Jadi penggunaan dalam skala kecil masih terjangkau.

Untuk jaringan besar, sudah ada studi yang menyebut tidak perlu ada perubahan besar di jaringan energi jika mau memasang energi terbarukan hingga 40%. Saat ini saja, energi terbarukan di Indonesia baru mencakup 13%. 

4. Bisa gak sih masyarakat, terutama warga desa dan masyarakat adat, ikut memilih sumber energi terbarukan yang pas buat mereka? 

Bisa, apalagi di daerah terpencil yang belum ditarik kabel oleh PLN (belum dijangkau jaringan PLN) itu malah lebih gampang. Banyak komunitas atau Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang sudah memulai pergerakannya (membangun pembangkit listrik energi terbarukan skala kecil) di daerah terpencil.

Sementara kalau di daerah perkotaan, banyak orang yang bisa memasang energi terbarukan untuk kebutuhan sendiri karena mereka memiliki akses yang lebih mudah. Orang-orang di kota bisa membeli perangkat panel surya dengan lebih murah lantaran akses transportasi yang mudah, serta bisa memanggil tukang lebih mudah.

4. Kira-kira, kapan seluruh listrik Indonesia bisa benar-benar dihasilkan dari energi terbarukan? 

Sebenarnya, pemerintah bisa melakukannya sekarang, karena energi terbarukan bisa dipasang dengan cepat. Bahkan, pemerintah berhasil mengumpulkan uang dan hanya dalam waktu setahun mampu membuat PLTS berskala besar di IKN. Kalau mengejar 100% listrik kita dari energi terbarukan memang akan memakan waktu, tetapi hambatan utamanya selama ini lebih karena kemauan politik – bukan kemampuan teknis ataupun finansial kita.

5. Kalau semua sudah pakai energi terbarukan, bagaimana dengan nasib orang-orang yang bekerja di industri batu bara setelah PLTU mati total? 

Sejak dulu hingga kini, pemerintah belum pernah mendorong pasal-pasal pelatihan kembali (re-training) pekerja-pekerja kita – khususnya di industri yang mereka tahu tidak akan bertahan selamanya (seperti batu bara). Apa lagi retraining untuk green jobs seperti energi terbarukan – belum ada yang spesifik mendorong ke arah sana. Sebetulnya semua ini bisa dilakukan dengan mengikutsertakan peran Kementerian Ketenagakerjaan, namun hingga saat ini upaya mereka bisa dibilang masih kurang terfokus.

Sebenarnya tidak susah, perusahaan batu bara bisa membuat pendanaan khusus yang bisa digunakan untuk retraining masyarakat. Lagi-lagi, masalah di sini adalah kemauan politik – karena pemerintah seperti masih takut untuk meminta perusahaan-perusahaan batu bara agar  memberikan sumbangsih lebih untuk keberlanjutan sosial bangsa.

Editor: Robby Irfany Maqoma

#energi-terbarukan#tanya-ahlinya#transisi-energi

Populer

Terbaru