#TanyaAhlinya: Kenalan sama Dasar-dasar Transisi Energi
Cintya Faliana • Penulis
19 Maret 2025
2
• 5 Menit membaca

Mayoritas masyarakat Indonesia belum memahami apa itu transisi energi—berdasarkan survei Center of Economic and Law Studies (CELIOS) bersama Unitrend pada 2023. Padahal, transisi energi adalah salah satu kunci kita mengurangi masalah-masalah lingkungan.
Oleh karena itu, dalam edisi pertama #TanyaAhlinya, kami menyajikan gambaran dasar transisi energi langsung dari pakarnya. Kali ini kami berbincang bersama Mahawira Dillon, salah satu Panel Ahli Bidang Kebijakan Energi dan Iklim di Transisienergiberkeadilan.id.
1. Apa yang dimaksud transisi energi?
Transisi energi adalah upaya untuk mendorong sistem-sistem pembangkit energi di dunia menuju energi terbarukan. Tentu di bidang-bidang lain (seperti transportasi dan kebutuhan rumah tangga lainnya) juga didorong, tapi yang paling umum ketika membahas transisi energi itu di bidang kelistrikan.
Alasannya, sekarang pembangkit listrik kita masih didominasi oleh penggunaan energi fosil atau batu bara yang akan cepat habis. Sedangkan, energi terbarukan adalah energi yang gak akan habis dalam waktu sangat lama. Misalnya matahari, angin, air, dan panas bumi. Tujuannya untuk mencapai sistem energi minim emisi karbon.
2. Kenapa transisi energi jadi isu penting di dunia?
Transisi energi adalah cara untuk mengurangi potensi krisis iklim dan dampak yang dihasilkan dari perubahan iklim tersebut. Sekarang negara-negara sudah bersepakat dalam Paris Agreement untuk menahan laju panas bumi di bawah 1,5°C.
Nah, sementara saat ini pembakaran energi fosil menghasilkan banyak emisi yang semakin mempercepat krisis iklim dan berbahaya untuk kehidupan manusia. Ini alasannya transisi energi jadi isu penting di dunia.
3. Bagaimana proses atau kaitan antara transisi energi dengan krisis iklim?
Pada dasarnya bahan bakar fosil adalah sumber energi alami yang terbentuk dari sisa-sisa organisme hidup yang mati jutaan tahun lalu. Mereka melalui proses pembusukan dan tekanan di dalam bumi hingga menghasilkan minyak bumi, gas alam, dan batu bara.
Ketika sumber listrik kita masih menggunakan bahan bakar fosil, terjadi pembakaran yang ‘tidak sempurna’ dan menghasilkan gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO²), metana (CH⁴), dan nitrogen oksida (NO2). Pada saat yang sama, matahari memancarkan energi dalam berbagai bentuk gelombang. Ketika energi matahari sampai ke bumi, sebagian diserap oleh permukaan bumi dan dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah.
GRK yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fossil ini menangkap lebih banyak radiasi inframerah. Akhirnya, bumi semakin panas dan peningkatan suhu global terjadi. Inilah yang dinamakan perubahan iklim.
Apa hubungannya dengan transisi energi? Ketika sumber energi kita beralih ke energi terbarukan yang bersih, harapannya emisi gas rumah kaca dapat berkurang. Nantinya, panas bumi berkurang dan perubahan iklim bisa diminimalkan.
4. Kenapa Indonesia juga harus ikut terlibat dalam transisi energi?
Pertama, kita adalah salah satu negara yang akan sangat terdampak oleh krisis iklim karena terletak di garis ekuator. Misalnya, anomali cuaca membuat kemarau Indonesia jadi sangat kering, sedangkan kalau musim hujan bisa sampai terjadi banjir.
Kedua, selama ini kita bergantung ke bahan bakar fosil padahal mereka akan habis dalam waktu dekat. Stok batu bara enggak selamanya akan bertahan, apalagi pemerintah kita rajin ekspor (batu bara). Indonesia cuma punya 2-3% simpanan batu bara dan itu akan habis 20 tahun ke depan atau bisa lebih cepat lagi.
Berarti Indonesia harus impor batu bara kan? Secara global, stok batu bara akan habis pada 2090. Kita gak mau umur Indonesia cuma sampai 150 tahun kan?
5. Apa saja bentuk energi terbarukan yang bisa kita gunakan?
Energi terbarukan pada dasarnya adalah energi yang bisa diperbarui secara alami dalam jangka panjang. Meskipun secara teori semua sumber energi akan habis suatu saat nanti. Tetapi, energi terbarukan punya ketersediaan yang jauh lebih panjang dibandingkan dengan bahan bakar fosil.
Sebagai perbandingan, stok bahan bakar fosil yang kita ketahui saat ini diperkirakan akan habis dalam beberapa ratus tahun, tergantung pada tingkat konsumsi. Bahkan energi nuklir, meskipun lebih tahan lama, diperkirakan hanya bertahan antara 200 hingga seribu tahun. Ini tergantung pada ketersediaan uranium dan teknologi pengolahannya.
Energi terbarukan bisa berasal dari berbagai macam sumber. Contohnya energi solar dari panas matahari, energi angin, energi gelombang dan ombak, energi hidro, panas bumi, dan konversi energi termal laut (Ocean Thermal Energy Conversion/OTEC).
6. Sektor apa yang harus terlibat dalam transisi energi?
Sebenarnya ya semua sektor harus terlibat, mulai ketenagalistrikan, industri, pertanian, transportasi, sampai rumah tangga. Nah tapi, elektrifikasi adalah salah satu cara paling mudah untuk mendorong transisi energi. Sebab, sebagian besar energi terbarukan paling mudah dikonversi menjadi listrik.
Kalau elektrifikasi kita sudah bisa pakai energi terbarukan, sektor lain akan dengan mudah mengikuti. Misalnya di transportasi, alih-alih menggunakan biofuel, lebih baik dialihkan ke elektrifikasi yang akan jauh lebih efisien. Elektrifikasi rel kereta sekarang sudah diterapkan di banyak tempat dan terbukti lebih efisien ketika sistemnya sudah mapan.
Ini juga harus dibarengi dengan penggunaan transportasi publik dibandingkan angkutan pribadi. Transisi energi yang paling mudah dilakukan jelas untuk kebutuhan domestik dan fasilitas publik. Selama suplai energinya dialihkan ke sumber terbarukan, maka transisi energi dapat berjalan dengan baik.
Sementara untuk industri berat memang tantangannya lebih besar karena kebutuhan energinya tinggi dan bergantung pada lokasi tertentu (site-specific). Namun, bukan berarti transisi energi enggak mungkin dilakukan. Kawasan industri, misalnya, bisa memanfaatkan atap bangunan untuk pemasangan panel surya (photovoltaic).
Memang industri yang sangat bergantung pada energi dalam jumlah besar (energy-intensive industries) perlu lahan tambahan untuk pembangkit listrik energi terbarukan, di luar lokasi industri itu sendiri. Namun, sekarang juga mereka kebanyakan membutuhkan lahan yang sangat besar. Jadi kalau dihitung-hitung pasti energi terbarukan masih jadi solusi yang lebih baik.
Editor: Robby Irfany Maqoma